Rabu, 10 September 2014

Defisit Gas Mengancam RI 20 Tahun Mendatang Karena Rajin Ekspor

Dana Aditiasari - detikfinance
Jakarta -Ketahanan energi menjadi salah satu fokus berbagai negara di dunia. Salah satu topik utama yang sedang hangat dibicarakan adalah penyediaan sumber energi di luar fosil.

Senior Vice President Gas and Power PT Pertamina (Persero) Salis S Apriliani mengatakan, di masa depan, kebutuhan gas di Indonesia bakal naik pesat, seiring menipisnya ketersediaan energi konvensional seperti minyak.

Saat ini memang konsumsi gas dalam negeri belum sebanyak produksi yang ada, sehingga banyak yang diekspor. Namun untuk ke depan bila gas terus dikuras, maka defisit gas mengancam Indonesia.

Menurut Salis, saat ini baru 50,3% gas yang diproduksi dikonsumsi di dalam negeri. Sedangkan sisanya diekspor.

"Permintaan gas Indonesia akan meningkat hingga 4,8% per tahun dalam rentang 2015-2025. Jadi 86% konsumsinya ada di Jawa. Indonesia akan defisit gas terutama di Jawa Barat dan Sulawesi," kata Salis pada acara The 38th Indonesia Petroleum Association (IPA) Convex 2014, di JCC, Jakarta, Kamis (22/5/2014).

Untuk itu, kata Salis, diperlukan adanya upaya-upaya lebih awal agar lonjakan permintaan gas di masa depan tersebut dapat diantisipasi. Kuncinya adalah keseimbangan antara permintaan dan penawaran.

"Yang dimaksud aman itu ya, antara permintaan dengan ketersediaannya itu seimbang. Ya lebih sedikitlah supaya bisa aman. Jadi, bagaimana domestik terpenuhi, secure dari luar juga harus terpenuhi. Maka harus diambil langkah untuk mengantisipasi lonjakan permintaan gas dari dalam negeri," katanya

Langkah nyata yang dapat dilakukan untuk memenuhi ketersediaan gas tersebut, lanjut dia, adalah dengan terus melakukan eksplorasi-eksplorasi baru baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Selain itu, perlu juga dipikirkan rencana untuk pemenuhan ketersediaan lewat skema Impor.

Berbagai negara memang tengah serius mengamankan ketersedian energi dalam negerinya masing-masing. Bahkan, negara tetangga seperti Singapura rela membeli gas dengan harga tinggi dari dalam negeri.

Untuk itu, Indonesia sebagai negara penghasil gas sebaiknya bijak mengalokasikan gas hasil produksinya. Untuk itu, perlu adanya perubahan paradigma, di mana Indonesia harus lebih bijak memanfaatkan sumber daya gasnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri ketimbang untuk melakukan ekspor.

"Indonesia harus berubah dari LNG Seller (penjual LNG) menjadi LNG Buyer (Pembeli LNG). Kan tadinya kita ekspor LNG, nah untuk memenuhi kebutuhan itu maka perlu ada dilakukan impor. Harus ada perubahan paradigma yang tadinya penjual, jadi pembeli. Itu kan beda. Strategi bisnisnya beda," tegasnya.